Rabu, 22 September 2010

Pendahuluan Pembangunan ekonomi yang dilakukan negara-negara industri baru (NICs/Newly Industrializing Countries) telah mencengangkan dunia. Tidak hanya karena kecepatan yang dicapainya namun juga kepercayaan yang selama ini ada tentang bangsa Asia yang malas telah meruntuhkan mitos Asia tidak bisa maju. Dimulai dengan Jepang yang bisa menembus status negara industri dan tampaknya ini merupakan keterpaksaan Barat untuk mengakui dan menempatkan Jepang dalam forum G-7, negara-negara Asia lainnya mengikuti jejak Jepang. Krisis ekonomi yang merebak sejak Juni 1997, dimulai dengan devaluasi mata uang baht Thailand telah menumbuhkan kepercayaan lagi bahwa Asia tidak bisa maju menyamai Barat. Namun demikian sejumlah negara yang benar-benar terkena krisis ekonomi bisa segera pulih. Beberapa negara lainnya,termasuk Indonesia, yang karena krisis ekonominya menimbulkan krisis politik masih lama sembuhnya. Meskipun demikian berbagai perkiraan tetap menunjukkan bahwa negara yang terkena krisis pun masih potensial untuk pulih lagi walaupun memakan waktu lebih panjang. Artikel ini akan menyoroti unsur-unsur dalam strategi pembangunan negara-negara industri baru yang tidak hanya mencakup persoalan ekonomi tetapi juga politik, sosial dan budaya. Elemen-elemen yang ikut menunjang keberhasilan negara Asia ini merupakan salah satu cara menuntut dalam mengetahui mengapa kawasan Asia ini bisa cepat tumbuh dibanding kawasan Amerika Latin, Timur Tengah dan Afrika. Strategi pembangunan William Overvolt memberikan sejumlah daftar tentang strategi umumnya yang dicapai negara industri baru khususnya di Asia dan Pasifik.[1] Berikut ini faktorfaktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi Asia. 1. Merangsang kebangsaan, jika diperlukan mempertentangkannya dengan kekuatan negara maju. Nation building atau pembangunan bangsa merupakan salah satu tugas berat yang dilaksanakan negara-negara baru di Asia. Mereka harus membangkitkan perasaan kebangsaan untuk mendorong terjadinya persatuan. Dengan perasaan senasib sepenanggungan, maka anggota masyarakat makin solid. Apabila pihak berkuasa menciptakan “musuh” dari luar maka dengan mudah masyarakat akan bersatu demi pembangunan ekonomi dalam melawan musuh itu. 2. Membersihkan lembaga-lembaga pemerintah: membasmi mereka yang menyia-nyiakan waktu dan tidak kompeten. Selain itu negara-negara industri baru itu juga menempatkan teknokrat yang bersekolah di Barat. 3. Menumpas kejahatan, pemogokan politik dan kekacauan.Pemerintah di negara-negara industri baru melancarkan kebijakan untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Salah satu unsurnya adalah menstabilkan lingkungan dimana perusahaan beroperasi. Kejahatan ditumpas agar menjamin keamanan pelaku ekonomi. Demikian aksi-aksi pemogokan yang dipolitisir dan berpotensi menimbulkan kekalutan diredam. Tekanan yang dilakukan pemerintah terhadap pelaku demonstrasi memang sangat keras namun akibatnya muncul stabilitas meskipun bersifat semu. 4. Menindas kelompok penekan yang menyebabkan patronisme, korupsi dan inflasi.Berbagai kelompok dalam masyarakat yang berperan sebagai kelompok penekan sering menimbulkan masalah baru. Mereka kadang-kadang menumbuhkan pola patron klien yang kemudian membuka peluang lahirnya praktek-praktek korupsi. 5. Menyesuaikan diri dengan standar yang ditetapkan negara-negara industri maju dalam rangka mencari modal. pasar dan teknologi. Negara industri baru dalam memacu ekspor dan memasuki pasar asing mereka meniru standar yang diberlakukan oleh negara maju. Mereka pun mendesain industrinya yang sesuai dengan apa yang dicapai negara maju. 6. Menata agar anggaran militer rendah sedangkan anggaran pembangunan tinggi.Pada masa pertumbuhan ekonomi tinggi selama tiga dekade terakhir, banyak negara industri baru tidak membesar-besarkan anggaran militer karena dianggap menyedot anggaran. Pada masa pertumbuhan itu, militer berperan untuk menjaga tidak terjadi ancaman dari luar.Namun demikian terlihat bahwa begitu pendapatan itu naik maka ada keinginan dari militer untuk memperbarui persenjataannya. 7. Mengalihkan diri pada pertumbuhan yang disebabkan ekspor.Semua negara industri baru bisa tumbuh cepat karena memacu ekspor. Jenis ekspor masih berupa barang setengah jadi atau barang manufaktur yang masih sederhana sifatnya seperti sepatu atau televisi. Indonesia dan Malaysia memacu ekspor hasil alam. 8. Reformasi pemerataan pendapatan:Jalan yang ditempuh antara lain dengan: – reformasi pembagian tanah (land reform)- industri padat karya (buruh murah, tekstil, pertanian dan barang elektronik)- investasi besar-besaran di bidang pendidikan. 9. Menghadapi kelompok kiri dengan reformasi merakyat. Langkah yang benar dalam pertumbuhan: berikan massa rakyat keterlibatan dalam masyarakat. Sebagian dari negara-negara industri baru menghadapi persoalan pemberontakan komunis yang diakibatkan oleh pertarungan negara adidaya pada waktu Perang Dingin. Pemerintah negara-negara di Asia menawarkan pembangunan ekonomi untuk memangkas dan memberantas pertumbuhan ajaran komunis yang dimotori Cina dan sekutunya. Setelah Uni Soviet bubar tahun 1991, maka ajaran komunis mulai melunak. Bahkan Cina telah menyesaikan diri dengan ajaran kapitalisme yang selama ini ditentangnya. Pembangunan ekonomi Cina mengandalkan bantuan Barat untuk teknologi dan investasinya. 10. Menciptakan perusahaan yang besar dan modern untuk menjamin tercapainya target perdagangan. Di beberapa negara seperti di Korea Selatan, perusahaan besar keluarga diciptakan untuk memacu industrialisasi. Perusahaan konglomerat ini yang di Korsel disebut Chaebol menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang dapat diandalkan. 11. Dapatkan teknologi, modal dan perdagangan dari perusahaan multinasional dan bank internasional. Menggunakan teknokrat dan para pemimpin nasionalis untuk memaksimalkan keuntungan bagi negara. 12. Meniti tangga yang dimulai dengan sektor padat karya seperti pertanian dan bahan mentah, industri tekstil dan sepatu, industri ringan seperti pabrik televisi dan industri teknologi tinggi. 13. Penggunaan alat-alat autoritarian, jika diperlukan, untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi. Kadang-kadang karena ingin memelihara stabilitas, pemerintah bersikap kaku dan keras sehingga timbul kesan adanya autoritarian dalam pemerintah. Sikap pemerintah yang autoritarian itu untuk tingkat tertentu berhasil keberhasilan pembangunan ekonomi. Akan tetapi, dalam situasi dimana proses demokratisasi makin luas, sikap otoriter pemerintah makin keinggalan. Faktor-faktor itu memang bisa diperdebatkan. Apakah memang unsur itu yang menyebabkan keberhasilan pembangunan ekonomi Asia Pasifik. Namun demikian ada konsensus yang luas mengenai unsur utama kisah sukses Asia Timur dan Asia Tenggara. Pertama, orientasi internasional ekonomi Jepang dan NICs membuat mereka mampu mengeksploatasi peluang yang menguntungkan dari lingkungan ekonomi dunia dan menerobos keterbatasan dalam pasar domestik. Ekspor dipacu melalui kebijakan pajak dan kredit yang menguntungkan. Monitoring ekspor juga dilakukan untuk mencari peluang baru. Nilai tukar mata uang juga disesuaikan secara realistis. Kedua, negara-negara ekonomi Asia memiliki memulai dengan cukup baik dalam modernisasi ekonomi selama periode sebelum perang. Ini terlihat dari kasus Jepang dimana tahun 1930-an memiliki basis industri yang cukup untuk menghadapi perang besar. Ketiga, konsensus politik dalam pembangunan ekonomi yang membenarkan perlunya pemerintahan yang kuat (strong government) dalam menentukan dan memandu pertumbuhan ekoomi. Gagasan pemerintahan yang kuat kadang-kadang diterjemahkan sebagai pemerintahan yang semi demokratik atau semi otoriter. Adanya pemerintah yang kuat ini menyebabkan dominasi pemerintah besar dalam menentukan target pembangunan tanpa harus mempertimbangkan kritik-kritik yang bermunculan dari berbagai kalangan. Keempat, tingkat stabilitas politik yang tinggi. Semua negara baru Asia Timur dan Asia Tenggara yang tumbuh dengan cepat diperintah oleh kekuatan politik poros tengah dan konservatif yang cenderung mau berdekatan dengan Barat. Kelima, faktor budaya. Jepang dan negara industri baru dikatakan memiliki nilai-nilai Konf Hu Cu yang sama yang menekankan pada unsur kerja keras, menambung, disiplin, sekuler, kewirausahaan dan meningkatkan pendidikan. Nilai-nilai seperti itu memang tidak secara otomatis mendorong pertumbuhan ekonomi namun dianggap sebagai faktor kondusif dalam formulasi kebijakan di tingkat publik dan perilaku sederhana di sektor swasta yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Meski Asia telah dilanda krisis dan sebagian masih diterpa krisis namun jika faktor-faktor pendukung terhadap pertumbuhan ekonomi tetap eksis maka masih ada peluang untuk bangkit kembali. Krisis ekonomi dan moneter telah membuka dan membongkar kelemahan pertumbuhan ekonomi tinggi dalam tiga dekade ini. Krisis bisa dianggap sebagai peluang untuk mengobati berbagai kekurangan dalam pembangunan ekonomi. Namun demikian juga berpotensi sulit sembuh karena kompleksnya masalah ekonomi. Penutup Berbagai pendapat baik di Barat maupun di Timur mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi Asia Timur berlangsung secara luar biasa. Pembangunan ekonomi yang behasil itu merupakan kombinasi faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi seperti stabilitas dan konsensus politik dan juga nilai-nilai Asia yang menjadikan kondusif lahirnya kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi. [1] Strategi-strategi Pembangunan Ekonomi Asia Pasifik dalam Mark Borthwick, Pacific Century: The Emergence of Modern Pacific Asia.Boulder, Westview Press, 1992, hal.275 Ditulis dalam Arsip, Asia Timur, Teori | Bertanda Pembangunan, Strategi | 9 Komentar

Pendahuluan
Pembangunan ekonomi yang dilakukan negara-negara industri baru (NICs/Newly Industrializing Countries) telah mencengangkan dunia. Tidak hanya karena kecepatan yang dicapainya namun juga kepercayaan yang selama ini ada tentang bangsa Asia yang malas telah meruntuhkan mitos Asia tidak bisa maju. Dimulai dengan Jepang yang bisa menembus status negara industri dan tampaknya ini merupakan keterpaksaan Barat untuk mengakui dan menempatkan Jepang dalam forum G-7, negara-negara Asia lainnya mengikuti jejak Jepang.
Krisis ekonomi yang merebak sejak Juni 1997, dimulai dengan devaluasi mata uang baht Thailand telah menumbuhkan kepercayaan lagi bahwa
Asia tidak bisa maju menyamai Barat. Namun demikian sejumlah negara yang benar-benar terkena krisis ekonomi bisa segera pulih. Beberapa negara lainnya,termasuk Indonesia, yang karena krisis ekonominya menimbulkan krisis politik masih lama sembuhnya. Meskipun demikian berbagai perkiraan tetap menunjukkan bahwa negara yang terkena krisis pun masih potensial untuk pulih lagi walaupun memakan waktu lebih panjang.
Artikel ini akan menyoroti unsur-unsur dalam strategi pembangunan negara-negara industri baru yang tidak hanya mencakup persoalan ekonomi tetapi juga politik, sosial dan budaya. Elemen-elemen yang ikut menunjang keberhasilan negara Asia ini merupakan salah satu cara menuntut dalam mengetahui mengapa kawasan Asia ini bisa cepat tumbuh dibanding kawasan Amerika Latin, Timur Tengah dan Afrika.
Strategi pembangunan
William Overvolt memberikan sejumlah daftar tentang strategi umumnya yang dicapai negara industri baru khususnya di Asia dan Pasifik.[1] Berikut ini faktorfaktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi Asia.
1. Merangsang kebangsaan, jika diperlukan mempertentangkannya dengan kekuatan negara maju. Nation building atau pembangunan bangsa merupakan salah satu tugas berat yang dilaksanakan negara-negara baru di Asia. Mereka harus membangkitkan perasaan kebangsaan untuk mendorong terjadinya persatuan. Dengan perasaan senasib sepenanggungan, maka anggota masyarakat makin solid. Apabila pihak berkuasa menciptakan “musuh” dari luar maka dengan mudah masyarakat akan bersatu demi pembangunan ekonomi dalam melawan musuh itu.
2. Membersihkan lembaga-lembaga pemerintah: membasmi mereka yang menyia-nyiakan waktu dan tidak kompeten. Selain itu negara-negara industri baru itu juga menempatkan teknokrat yang bersekolah di Barat.
3. Menumpas kejahatan, pemogokan politik dan kekacauan.Pemerintah di negara-negara industri baru melancarkan kebijakan untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Salah satu unsurnya adalah menstabilkan lingkungan dimana perusahaan beroperasi. Kejahatan ditumpas agar menjamin keamanan pelaku ekonomi. Demikian aksi-aksi pemogokan yang dipolitisir dan berpotensi menimbulkan kekalutan diredam. Tekanan yang dilakukan pemerintah terhadap pelaku demonstrasi memang sangat keras namun akibatnya muncul stabilitas meskipun bersifat semu.
4. Menindas kelompok penekan yang menyebabkan patronisme, korupsi dan inflasi.Berbagai kelompok dalam masyarakat yang berperan sebagai kelompok penekan sering menimbulkan masalah baru. Mereka kadang-kadang menumbuhkan pola patron klien yang kemudian membuka peluang lahirnya praktek-praktek korupsi.
5. Menyesuaikan diri dengan standar yang ditetapkan negara-negara industri maju dalam rangka mencari modal. pasar dan teknologi. Negara industri baru dalam memacu ekspor dan memasuki pasar asing mereka meniru standar yang diberlakukan oleh negara maju. Mereka pun mendesain industrinya yang sesuai dengan apa yang dicapai negara maju.
6. Menata agar anggaran militer rendah sedangkan anggaran pembangunan tinggi.Pada masa pertumbuhan ekonomi tinggi selama tiga dekade terakhir, banyak negara industri baru tidak membesar-besarkan anggaran militer karena dianggap menyedot anggaran. Pada masa pertumbuhan itu, militer berperan untuk menjaga tidak terjadi ancaman dari luar.Namun demikian terlihat bahwa begitu pendapatan itu naik maka ada keinginan dari militer untuk memperbarui persenjataannya.
7. Mengalihkan diri pada pertumbuhan yang disebabkan ekspor.Semua negara industri baru bisa tumbuh cepat karena memacu ekspor. Jenis ekspor masih berupa barang setengah jadi atau barang manufaktur yang masih sederhana sifatnya seperti sepatu atau televisi. Indonesia dan Malaysia memacu ekspor hasil alam.
8. Reformasi pemerataan pendapatan:Jalan yang ditempuh antara lain dengan: – reformasi pembagian tanah (land reform)- industri padat karya (buruh murah, tekstil, pertanian dan barang elektronik)- investasi besar-besaran di bidang pendidikan.
9. Menghadapi kelompok kiri dengan reformasi merakyat. Langkah yang benar dalam pertumbuhan: berikan massa rakyat keterlibatan dalam masyarakat. Sebagian dari negara-negara industri baru menghadapi persoalan pemberontakan komunis yang diakibatkan oleh pertarungan negara adidaya pada waktu Perang Dingin. Pemerintah negara-negara di Asia menawarkan pembangunan ekonomi untuk memangkas dan memberantas pertumbuhan ajaran komunis yang dimotori Cina dan sekutunya. Setelah Uni Soviet bubar tahun 1991, maka ajaran komunis mulai melunak. Bahkan Cina telah menyesaikan diri dengan ajaran kapitalisme yang selama ini ditentangnya. Pembangunan ekonomi Cina mengandalkan bantuan Barat untuk teknologi dan investasinya.
10. Menciptakan perusahaan yang besar dan modern untuk menjamin tercapainya target perdagangan. Di beberapa negara seperti di Korea Selatan, perusahaan besar keluarga diciptakan untuk memacu industrialisasi. Perusahaan konglomerat ini yang di Korsel disebut Chaebol menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang dapat diandalkan.
11. Dapatkan teknologi, modal dan perdagangan dari perusahaan multinasional dan bank internasional. Menggunakan teknokrat dan para pemimpin nasionalis untuk memaksimalkan keuntungan bagi negara.
12. Meniti tangga yang dimulai dengan sektor padat karya seperti pertanian dan bahan mentah, industri tekstil dan sepatu, industri ringan seperti pabrik televisi dan industri teknologi tinggi.
13. Penggunaan alat-alat autoritarian, jika diperlukan, untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi. Kadang-kadang karena ingin memelihara stabilitas, pemerintah bersikap kaku dan keras sehingga timbul kesan adanya autoritarian dalam pemerintah. Sikap pemerintah yang autoritarian itu untuk tingkat tertentu berhasil keberhasilan pembangunan ekonomi. Akan tetapi, dalam situasi dimana proses demokratisasi makin luas, sikap otoriter pemerintah makin keinggalan.
Faktor-faktor itu memang bisa diperdebatkan. Apakah memang unsur itu yang menyebabkan keberhasilan pembangunan ekonomi Asia Pasifik. Namun demikian ada konsensus yang luas mengenai unsur utama kisah sukses Asia Timur dan Asia Tenggara.
Pertama, orientasi internasional ekonomi Jepang dan NICs membuat mereka mampu mengeksploatasi peluang yang menguntungkan dari lingkungan ekonomi dunia dan menerobos keterbatasan dalam pasar domestik. Ekspor dipacu melalui kebijakan pajak dan kredit yang menguntungkan. Monitoring ekspor juga dilakukan untuk mencari peluang baru. Nilai tukar mata uang juga disesuaikan secara realistis.
Kedua, negara-negara ekonomi Asia memiliki memulai dengan cukup baik dalam modernisasi ekonomi selama periode sebelum perang. Ini terlihat dari kasus Jepang dimana tahun 1930-an memiliki basis industri yang cukup untuk menghadapi perang besar.
Ketiga, konsensus politik dalam pembangunan ekonomi yang membenarkan perlunya pemerintahan yang kuat (strong government) dalam menentukan dan memandu pertumbuhan ekoomi. Gagasan pemerintahan yang kuat kadang-kadang diterjemahkan sebagai pemerintahan yang semi demokratik atau semi otoriter. Adanya pemerintah yang kuat ini menyebabkan dominasi pemerintah besar dalam menentukan target pembangunan tanpa harus mempertimbangkan kritik-kritik yang bermunculan dari berbagai kalangan.
Keempat, tingkat stabilitas politik yang tinggi. Semua negara baru Asia Timur dan Asia Tenggara yang tumbuh dengan cepat diperintah oleh kekuatan politik poros tengah dan konservatif yang cenderung mau berdekatan dengan Barat.
Kelima, faktor budaya. Jepang dan negara industri baru dikatakan memiliki nilai-nilai Konf Hu Cu yang sama yang menekankan pada unsur kerja keras, menambung, disiplin, sekuler, kewirausahaan dan meningkatkan pendidikan. Nilai-nilai seperti itu memang tidak secara otomatis mendorong pertumbuhan ekonomi namun dianggap sebagai faktor kondusif dalam formulasi kebijakan di tingkat publik dan perilaku sederhana di sektor swasta yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
Meski Asia telah dilanda krisis dan sebagian masih diterpa krisis namun jika faktor-faktor pendukung terhadap pertumbuhan ekonomi tetap eksis maka masih ada peluang untuk bangkit kembali. Krisis ekonomi dan moneter telah membuka dan membongkar kelemahan pertumbuhan ekonomi tinggi dalam tiga dekade ini. Krisis bisa dianggap sebagai peluang untuk mengobati berbagai kekurangan dalam pembangunan ekonomi. Namun demikian juga berpotensi sulit sembuh karena kompleksnya masalah ekonomi.
Penutup
Berbagai pendapat baik di Barat maupun di Timur mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi Asia Timur berlangsung secara luar biasa. Pembangunan ekonomi yang behasil itu merupakan kombinasi faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi seperti stabilitas dan konsensus politik dan juga nilai-nilai Asia yang menjadikan kondusif lahirnya kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
[1] Strategi-strategi Pembangunan Ekonomi Asia Pasifik dalam Mark Borthwick, Pacific Century: The Emergence of Modern Pacific Asia.Boulder, Westview Press, 1992, hal.275
Ditulis dalam Arsip, Asia Timur, Teori | Bertanda Pembangunan, Strategi | 9 Komentar

Jumat, 09 Juli 2010